Ayo Menulis

Oleh: Masuki M. Astro

Menulis itu sejatinya mirip dengan kemampuan kita naik sepeda angin. Keduanya sama-sama sebagai keterampilan. Karena itu, untuk bisa menulis ya langsung praktik. Orang yang mau belajar naik sepeda tidak pernah mendapat pelajaran teori mengenai cara naik sepeda.

Makanya, sampai sekarang tidak atau belum pernah ada buku tentang “Cara Gampang Naik Sepeda” atau “Naik Sepeda itu Gampang”.

Intelektual Muslim yang juga budayawan, sastrawan, serta penulis non-fiksi Prof Dr Kuntowijo mengungkapkan 3 syarat untuk menulis. Ketiga syarat itu adalah, “Menulis”, “Menulis”, dan “Menulis “. Ayo langsung praktik saja, menulis.

Setelah seseorang terampil naik sepeda, biasanya ada dua kemungkinan yang akan dipilih oleh si pembelajar itu. Pertama, memanfaatkan keterampilan itu untuk memfasilitasi kebutuhan sehari-hari, seperti pergi ke sekolah, ke tempat kerja dan lainnya. Kedua, naik sepeda untuk keperluan profesional, seperti menjadi tukang ojek atau bahkan menjadi pebalap.

Demikian juga dengan penulis. Keterampilan ini bisa dimanfaatkan untuk menunjang keperluan hidup sehari-hari, seperti membuat laporan kegiatan, laporan perusahaan, membuat makalah, dan lainnya.

Ada juga yang kemudian menjadikan keterampilan menulis sebagai profesi. Mereka dapat kita lihat sebagai wartawan, sastrawan, atau menjadi penulis artikel dan buku.

 

Hakikat menulis

Menulis itu sejatinya memindahkan fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan ke dalam narasi agar kemudian bisa dinikmati oleh orang lain atau pembaca.

Fakta-fakta itu bisa ditangkap oleh mata berupa kejadian, ditangkap oleh telinga berupa suara. Suara ini berupa apa yang disuguhkan oleh alam maupun suara dari manusia dalam bentuk pernyataan atau pendapat. Sementara yang bisa ditangkap oleh rasa bisa berupa peristiwa, gerak, atau suara.

Keterampilan paling mudah yang bisa kita kerjakan adalah dari ungkapan atau pernyataan seseorang. Apalagi jika bahasa tutur dari si narasumber itu sudah sangat bagus dan tersusun dalam kaedah Bahasa Indonesia yang baik pula. Penulis hanya menjadi “juru tulis” dari narasumber sekaligus sambil belajar bagaimana menyusun kalimat dari ucapannya itu.

Hal yang relatif lebih sulit adalah menulis menggunakan mata dan rasa yang membutuhkan kejelian dan kepekaan lebih untuk bisa dituangkan dalam bentuk narasi. Ini mensyaratkan fokus mendalam bagi penulis dalam memelototi kejadian, sehingga yang disampaikan dalam bentuk tulisan itu betul-betul mewakili kejadian sesungguhnya.

Saya punya teman seorang kiai di Madura yang juga penulis. Kiai muda ini menfasilitasi santri-santrinya yang punya minat pada dunia tulis menulis dalam berbagai kegiatan, termasuk pelatihan.

Ketika ada kelas pelatihan menulis, terutama untuk sastra, dalam hal ini cerita pendek, santri-santri itu ditugasi pergi ke terminal. Mereka disuruh mendengarkan suara knalpot bus dengan seksama, kemudian suruh diskripsikan apa yang bisa ditangkap dari suara knalpot itu. Di sinilah pikiran digenjot dan rasa juga dipacu untuk mampu mengkap apa yang sesungguhnya mungkin diwakili oleh suara knalpot itu. Mungkin saja suara knalpot itu mewakili suara manusia yang kelelahan sehingga napasnya terengah-engah atau tersengal-sengal. Mungkin ada yang menangkap suara knalpot itu sebagai ekspresi kegembiraan karena ada katarsis atau penumpahan beban yang selama ini terkungkung. Bisa juga si santri menangkap suara knalpot itu seperti makhluk yang sedang bertasbih atau menyebut nama Allah, sehingga akan membuat tulisan judul “Bus yang bertasbih”. Paling apes, mungkin si pendengar hanya mampu menangkap seperti suara kentut saja. He heee.

Untuk peserta pelatihan ini, yang diniatkan untuk mampu mengisi web para alumni Ponpes As Salam, hal yang paling mudah adalah menyajikan hasil wawancara atau pernyataan dari pemimpin pondok. Jika ada kegiatan khusus dari alumni, bisa wawancara ketua panitia kegiatan, sambil melihat kegiatan yang dilakukan oleh para alumni.

 

Opini

Jika para peserta ingin menampilkan tulisan dalam bentuk opini atau artikel ilmiah populer, memerlukan syarat rukun yang lain agar tulisannya menarik dan berbobot. Selain terampil merangkai kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, dan paragraph menjadi tulisan utuh, untuk opini juga mensyaratkan penguasaan mendalam mengenai ilmu yang ditulisnya itu. Para alumni Ponpes As Salam ini diuntungkan karena telah dibekali dengan ilmu mendalam mengenai agama.

Ilmu agama itu tidak berada dalam ruang tertutup rapat yang tidak bersinggungan dengan dunia luar. Justru ilmu agama dipelajari untuk menjadi pemandu bagi berjalannya sistem sosial, politik, bisnis dan lainnya. Karena itu, dengan pemahaman ilmu agama yang luas dan dalam akan memudahkan kita untuk menghasilkan tulisan menarik dan berkualitas.

Pada akhirnya, jika kita sudah mulai menulis, lupakan dan buang semua informasi yang pernah kita terima terkait cara menulis. Tulis saja. Ketika tulisan kita sudah berjalan satu atau dua kalimat, biasanya akan muncul pikiran “sebagai editor” di dalam diri.

Ciri-ciri pikiran “sebagai editor” itu, antara lain, “Kok kalimat ini jelek ya, kayaknya kurang menarik deh”. Jika godaan ini tidak disadari, ini akan menjadi tembok penghalang untuk kita terus melangkah jauh ke depan. Kalimat itu kita hapus, kita ganti dengan yang lain, dan pikiran “sebagai editor” itu kembali muncul. Kalimat yang baru itu mengalami nasib yang sama dengan kalimat pertama, dihapus juga. Akhirnya, kita hanya berputar-putar di membuat satu dua kalimat, kemudian dihapus. Begitu seterusnya, yang kemudian membawa kita frustrasi. Solusinya adalah, “bunuh” pikiran sebagai editor itu. Sadis ya?

Pilihan moderatnya adalah, jangan dengarkan atau hiraukan pikiran “sebagai editor” itu. Teruskan saja menulis kalimat berikutnya. Suruh istirahat si pikiran “sebagai editor” itu. Tidak usah ikut campur. Pikiran “sebagai editor” bisa kita manfaatkan ketika tulisan sudah dinilai selesai. Lagi-lagi pikiran ini harus diwaspadai, terutama jika ia menghakimi, “Kok kayaknya jelek ya. Malu ah”.

 

Teruslah menulis

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *